Sabtu, 05 November 2011

Resensi Buku



Judul    :     Pistol dan Pembalut Wanita (trik dan Pengalaman Liputan)
Penyunting    :     Enton Supriyatna dan Taufik Abriansyah
Penerbit    :     Forum Diskusi Wartawan Bandung (2007)
Halaman    :     xi + 300 halaman
Sosok wartawan sering terkesan "serius" dan "kritis". Tidak heran jika banyak orang yang "alergi" terhadap wartawan, terutama pejabat yang punya masalah tertentu, sebut saja masalah hukum.
Namun di buku ini, kesan tersebut sedikit-banyak, ditepis. Pasalnya lewat kumpulan pengalaman wartawan di Bandung ini, wartawan tampak sebagai pribadi yang cair, terbuka, bahkan jenaka tanpa kehilangan sikap kritisnya.
Buku berujudul Pistol dan Pembalut Wanita ini berisi puluhan catatan pengalaman ringan mengenai tugas-tugas jurnaliastik mereka di lapangan. Penulisnya wartawan dari berbagai media, baik elektronik maupun cetak, yang bertugas di Kota Kembang tersebut.
Pengalaman-pengalaman yang mereka ceritakan memang unik, menarik, penuh romantisme, berbau mistis, bahkan lucu. Dari situ pembaca dapat belajar bagaimana seorang wartawan sebaiknya melakukan tugas sebagai pewarta.
Salah satu kisah menarik yang disampaikan dalam buku ini adalah Interview Sambil Hajat Kecil yang ditulis oleh Taufik Abriansyah, wartawan Majalah Nebula.
Dalam tulisannya Taufik mengisahkan wawancaranya dengan Sofyan Lubis yang saat itu menjabat sebagai Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Menariknya, wawancara itu terjadi terjadi di tempat khusus, namun di kamar kecil.
Ceritanya, ketika menunggu Sofyan Lubis memberikan seminar, Taufik masuk ke dalam kamar mandi untuk melepaskan hajat kecilnya. Pada saat yang bersamaan ia juga melihat sosok yang sedang mengambil posisi yang sama untuk buang air kecil. Sosok itu adalah Sofyan Lubis.
Tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, Taufik pun langsung menanyakan pendapat Sofyan Lubis mengenai "wartawan bodrex" (wartawan tanpa surat kabar yang jelas dan berkecenderungan mengambil keuntungan pribadi) yang marak bermunculan. Alhasil wawancara dilakukan dalam posisi tersaebut.
Lain lagi dengan cerita Irfan, wartawan harian Republika. Ketika tengah melepas kepenatan bersama istri dengan kendaraan roda duanya di jalanan kota BANDUNG, ia dikejutkan oleh raungan ambulan yang diikuti oleh dua buah bus.
Instingnya sebagai wartawan mencium sesuatu. Ia menduga ada pejabat yang meninggal dunia. Demi mendapatkan berita, ia mengikuti rombongan ambulan yang melaju kencang tersebut hingga akhirnya memasuki halaman Gedung Sate. Begitu ambulan terhenti Irfan langung menanyakan siapa yang telah meninggal kepada sopir ambulan.
Dari sopir ambulan terdapat keterangan bahwa tidak ada pejabat yang meninggal. Lalu kenapa ia membunyikan sirinenya? Menurut si sopir ambulan, sirine ambulan dibunyikan untuk menggantikan pengawalan polisi yang hari itu tidak dapat mengawal.
Saat itu ambulan memang tengah "mengawal" rombongan teladan dari berbagai kota dan kabupaten untuk mengikuti gladi bersih upacara peringatn 17 Agustus. Gagal sudah Irfan memperoleh berita eksklusif tentang pejabat yang meninggal.
Ada banyak kisah yang menarik untuk diikuti oleh pembaca dalam buku ini. Memang kisah ringan, namun dari sini pembaca bisa mengetahui banyak hal yang terjadi di balik sebuah berita.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar